Selasa, 30 September 2008

Pertemuan ke-5 Gerakan Sosial dalam Perspektif Weberian

Penelitian Sartono Kartodirdjo tentang Pemberontakan Petani di Banten merupakan penelitian khas yang menggunakan perspektif Weberian. Dalam penelitiannya, memang diakui ada kondisi-kondisi obyektif dalam gerakan sosial. Penerapan sistem pajak misalnya berpengaruh pada kerawanan dalam masyarakat. Namun, menjadi menarik adalah proses dalam gerakan sosial itu. Gerakan sosial itu tidak berakar pada persoalan kerawanan sosial, tetapi pada aspek asketik. Kondisi obyektif yang tidak menguntungkan menimbulkan harapan-harapan akan kondisi yang baru yang lebih baik. Kondisi yang diharapkan itu tidak bercermin pada masa yang akan datang, tetapi bercermin pada masa lalu, nilai-nilai masa lalu. Demikian pula, tokoh lahir bukan sekedar untuk membentuk kesadaran kolektif dari kelas atau kelompok masyarakat yang tidak diuntungkan dalam struktur yang rawan itu, tetapi sebagai penghubung antara dunia yang adikodrati yang mengamini perubahan yang diharapkan. Ia adalah ratu adil yang memiliki nilai-nilai prophetic (kenabian). Ia menghubungkan jagad gedhe (makro-kosmos) dan jagad cilik (mikro-kosmos). Proses ini tidak terlepas dari rasionalitas yang berkembang di dalam masyarakat, yaitu rasionalitas nilai.
Contoh lain adalah pemberontakan petani Zapatista di Meksiko yang berlangsung hingga sekarang. Pemberontakan ini bukan sekedar menuntut keadilan dalam proses produksi antara buruh dan tuan tanah, tetapi merupakan ritualitas masyarakat petani Meksiko, sebagai tradisi. Demikian pula, pada gerakan mahasiswa yang sering kita tidak melihat arah yang jelas pada masa-masa akhir ini. Hal itu tidak terjadi sebagai kepedulian petit burguise terhadap kondisi masyarakat, tetapi bila ditelusuri sering lebih merupakan tradisi yang ditanam dari generasi ke generasi tentang mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change). Yang muncul kemudian kata ..... pokoke demo.....

Rabu, 24 September 2008

Pertemuan ke-4 Gerakan Sosial dalam Perspektif Marxian



Perspektif ini mencermati gerakan sosial sangat jelas dan deterministik. Hal itu tidak bisa dilepaskan bagaimana cara pandang Karl Marx terhadap Masyarakat. Masyarakat tidak dianggap sebagai satu kesatuan yang utuh, tetapi terbelah dalam dua kelas besar, yaitu kelas pemilik alat dan sarana produksi atau dikenal dengan bourguise (borjuis) dan kelas pekerja dalam suatu mode produksi. Menurut Marx, relasi dua kelas ini bukanlah relasi yang setara, tetapi relasi eksploitasi dan penundukkan. Akibatnya, ada kesadaran palsu pada kelas pekerja, dan seterusnya. Hal itu bisa dibaca secara singkat dalam materi kuliah Frank Elwell dan Bolender. Gerakan sosial diawali dengan memberikan kesadaran pada kelompok pekerja, kemudian membangun gerakan bersama untuk menata kembali ketidakseimbangan dalam mode produksi.
Tulisan tentang Karl Marx dan Pemikirannya juga dapat didownload dari artikel FX Sri Sadewo di gersos-unesa@yahoogroups.com

Pertemuan ke-3 Gerakan Sosial dalam Perspektif Struktural Fungsional


Gerakan sosial sebagai respon masyarakat atau sekelompok masyarakat terhadap kondisi obyektifnya ini bervarian. Ada gerakan sosial yang tampil sebagai gerakan sosial yang menghendaki perubahan perilaku di tingkat individual pada sebagian dan keselurhan aspeknya. Seperti: Gerakan anti Suap, Gerakan anti Narkoba dan lain-lain.
Namun demikian, ada pula gerakan yang menghendaki perubahan di tingkat masyarakat baik secara sebagian atau keseluruhan. Gerakan reformasi tahun 1998 merupakan gerakan yang melakukan yang dilakukan terhadap masyarakat pada sebagian aspek saja, yaitu arena politik.
Atau, gerakan tranformative atau pada tingkat paling ekstrim adalah gerakan revolusi yang menyertakan seluruh anggota masyarakat dan menghendaki perubahan secara menyeluruh.
Secara teoritik, para sosiolog mencermati fenomena ini dari berbagai aliran. Penganut aliran struktural fungsional menjelaskan fenomena gerakan sosial dalam rangkaian proses adaptasi sistem (masyarakat) terhadap kondisi lingkungan (environment) yang berubah. Perubahan ini mengakibatkan kondisi yang disebut oleh Durkheim sebagai anomitas. Gerakan sosial sebagai usaha untuk mengatasi ketidakpastian dari perubahan. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Talcott Parson (Yui, 2004), sekaligus refleksi transendetal manusia atas perubahan yang terjadi.
Persoalannya, pandangan yang terlalu mudah ini memberikan pengakuan bahwa gejala gerakan sosial merupakan yang serba hadir di setiap perubahan di dalam masyarakat, meskipun tidak melihat secara lebih teliti di balik fenomena ini.

Jumat, 05 September 2008

Pertemuan ke-2 Apakah itu Gerakan Sosial?



Kita sudah tahu tentang gerakan sosial (lihat pertemuan ke-1). Pertama, gerakan sosial sebagai tindakan kolektif, awalnya selau dikaitkan dengan tindakan kerusuhan dan revolusi sosial. Setiap ada kerusuhan, orang selalu berpikir bahwa ada gerakan sosial yang melawan sesuatu yang sudah mapan. Sesuatu yang mapan ini dinilai tidak menguntungkan bagi masyarakat atau sekelompok atau bagian dari masyarakat. Tidak demikian, dalam gerakan sosial itu kerusuhan merupakan puncak dari gunung es (iceberg) di permukaan laut. Sebagian besar rangkaian dari peristiwa itu tidak terungkap atau nampak kasat mata dan dibaca oleh khalayak.
Kedua, gerakan sosial pada tahun 1970-an ke bawah, selalu dilihat dalam satu aspek, yaitu bergelut dalam sistem produksi (ekonomi) masyarakat, seperti: gerakan petani, gerakan buruh atau gerakan agama yang ujung-ujungnya dikaitkan dengan perubahan ekonomi. Bila meminjam pemikiran struktural fungsional, seperti Parsonian, maka sistem ekonomi merupakan bagian terluar dari inti masyarakat. Sistem ekonomi merupakan instrumen atau komponen dalam masyarakat yang digunakan untuk beradaptasi dengan lingkungan (environment). Oleh karena itu, perubahan sistem ekonomi sebagai proses adaptasi terhadap lingkungan, akan memberikan riak atau goncangan pada masyarakat. Oleh karena itu, gerakan sosial sangat dimungkinkan untuk memperbaiki atau menyeleraskan masyarakat terhadap perubahan sosial. Lihat juga dalam Teori-teori Gerakan Sosial